PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang perlu
dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuan social lainnya. Di dalam
kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut.
Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena
kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta.
Di
dalam agama dijumpai ungkapan materi dan budaya dalam tabiat manusia serta
dalam system nilai, moral, etika, kajian, agama, khususunya agama islam
merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia, khususnya mayoritas. Oleh
karena itu, kajian agama seperti Islam, Budha, Hindu, tidak hanya sebatas
konsep saja, teori dan aspek-aspek kehidupan manusia beserta hukumnya. Tapi
harus dihayati dan direnungi untuk diamalkan dalam kehidupan manusia.
Ide-ide
keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang
bersifat fisik tapi bersifat rohani. Karenanya agama merupakan suatu institusi
ajaran yang menyajikan lapangan ekspresi dan implikasi yang begitu hukum
ataupun undang-undang yang dibuat oleh masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah kali ini :
1. Apa
pengertian sosiologi menurut para ahli ?
2. Apa
pengertian agama menurut pandangan sebagian ulama ?
3. Apa
pengertian masyarakat menurut beberapa ahli ?
4. Bagaimanakah
kajian agama yang bagi masyarakat berskala kecil ?
C. Tujuan
Penulisan :
·
Ingin mengetahui pengertian sosiologi
menurut para ahli
·
Ingin mengetahui pengertian agama
menurut pandangan sebagian ulama
·
Ingin mengetahui pengertian masyarakat
menurut beberapa ahli
·
Ingin mengetahui kajian agama bagi
masyarakat berskala kecil
D. Manfaat
Penulisan :
·
Memberi pengetahuan kepada setiap Individu, mengenai
pengertian sosiologi menurut para ahli, pengertian agama menurut pandangan
sebagian ulama, pengertian masyarakat menurut beberapa ahli dan kajian agama
bagi masyarakat berskala kecil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
sosiologi
Berikut
ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli :
1. Emile
Durkheim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta
social, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berfikir, berperasan yang
berada diluar individu dimana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk
mengendalikan individu.
2. Selo
Sumardjandan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang
mempelajari struktur social dan proses-proses sosial termasuk perubahan social.
3. Soerjono
Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada
segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan
pola-pola umum kehidupan masyarakat. Sosiologi secara umum adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum
kemasyarakatan yang seumum-umumnya. Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu
tentang perilaku social ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu
lain, dengan memperhatikan simbol-simbol interaksi.
·
Manfaat yang bisa dipetik bila kita
mempelajari Sosiologi:
ü Sosiologi
secara sakartik sering juga dikatakan oleh sebagian orang sebagai suatu usaha
mengumpulkan apa yang diketahui setiap
orang dan menuliskannya kedalam kata-kata yang tidak bisa dipahami siapapun.
Sudah menjadi rahasia umum, dimata sebagian orang hasil-hasil kajian sosiologi
kebanyakan hanya dipahami berupa buku laporan yang sangat tebal, penuh dengan
terminologi-terminologi yang membingungkan, dan karena itu bagi sebagian
birokrat buku itu kemudian hanya disimpan dirak-rak lemari tanpa terlebih
dahulu mau membacanya secara sah sesama. Sosiologi pada hakikatnya bukanlah
semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan
secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu itu sendiri, namun
sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara
untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya guna memecahkan masalah praktis atau
masalah social yang perlu ditanggulangi. (Horton dan Hunt,1987:41)[1]
B. Pengertian
agama
Agama menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
system atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama
dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata “Agama” berasal dari bahasa
Sangsekerta agama yang berarti “Tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan
konsep ini adalah realigi yang berasal dari bahasa latin religio dan berakar
pada kata kerja re-ligare yang berarti “Mengikat kembali”. Maksudnya dengan bereligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering mendengar kata Agama.
Agama adalah bentuk hubungan pribadi antar manusia
dengan Allah. Beragama menyangkut aspek hubungan vertical dan horizontal.
·
Vertical
Dimana
manusia dalam hubungannya dengan sang pencipta. Harus hormat, tunduk, patuh
pada hukum dan perintahnya. Melaksanakan perintah Allah dengan kesungguhan.
Itulah ibadah manusia.
·
Horizontal
Dimana
manusia dalam hubungannya dengan manusia lain sebagai ciptaan Allah. Manusia
waji bersahabat, saling menyayangi, saling menghargai bekerja sama dengan orang
lain dalam usaha mencintai kebahagiaan besama disurga.[2]
Namun akan sedikit sulit mendefinisikan pengertian
agama itu sendiri. Hal tersebut diakui sendiri oleh Mukti Ali, salah seorang
pakar ilmu perbandingan agama di Indonesia yang mengatakan; “Barangkali tak ada
kata yang paling sulit diberikan pengertian dan definisinya selain dari kata
Agama”.
Menurut Mukti Ali, terdapat tiga argumentasi yang
dapat dijadikan alasan dalam menanggapi statemen tersebut.
·
Pertama karena pengalaman agama adalah soal
batin dan subjektif.
·
Kedua barangkali tidak ada orang yang
begitu semangat dan emosional dari pada membicarakan agama. Karena itu,
membahas arti agama selalu dengan emosi yang kuat.
·
Ketiga konsep tentang agama akan
dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama.
Mohammad Natsir pernah mengatakan agama adalah hal
yang disebut sebagai problem of ultimate concern, suatu problem kepentingan
mutlak, yang berarti jika seseorang membicarakan soal agamanya maka ia tidak
dapat tawar menawar. Namun begitu bukan berarti agama tidak dapat diberikan
pengertian secara umum. Dalam memberikan definisi tersebut, para ahli menempuh
beberapa cara;
a) Dengan
menggunakan analisis etimologis, yaitu yang menganalisis konsep bawaan dari
kata agama atau kata lainnya yang digunakan dalam arti yang sama.
b) Analisis
deskriptif, yang menganalisis gejala atau fenomena kehidupan manusia secara
nyata. Berbicara mengenai agama maka terdapat tiga padanan kata yang semakna
dengannya yaitu, religi, al-din dan agama. Walaupun sebagian pendapat ada yang
mengatakan bahwa ketiganya berbeda satu sama lainnya seperti pendapat Sidi
Gazalba dan Zainal Arifin Abbas yang mengatakan al-din lebih luas pengertiannya
dari pada religi dan agama. Agama dan religi hanya berisi hubungan manusia
dengan tuhan saja sedangkan al-din berisi hubungan manusia dengan tuhan dan
hubungan manusia dengan manusia. Sedangkan menurut Zainal Arifin Abbas, kata
al-din (memakai awalan al-ta’rif) hanya ditujukan pada islam saja. Sedangkan
pendapat yang mengatakan ketiga kata diatas mempunyai makna yang sama seperti
Endang Saifuddin Anshari dan Faisal Ismail. Perbedaannya hanya terletak pada
segi bahasanya saja. Kemudian secara etimologis agama berasal dari bahasa sangsekerta, masuk dalam perbendaharaan
bahasa melayu (Nusantara) dibawa oleh agama Hindu dan Budha. Pendapat yang
lebih ilmiah, agama berarti jalan. Maksudnya jalan hidup atau jalan yang harus
ditempuh oleh manusia sepanjang hidupnya atau jalan yang menghubungkan antara
sumber dan tujuan hidup manusia, atau jalan yang menunjukan darimana, bagaimana
dan hendak kemana manusia didunia ini. Religi berasal dari kata religie (bahasa
belanda) atau religion (bahasa inggris), masuk dalam perbendaharaan bahasa
Indonesia dibawa oleh orang-orang barat yang menjajah bangsa Indonesia. Religi
mempunyai pengertian sebagai keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci,
menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara
hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar
tidak sampai menyimpang atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan
oleh kekuatan gaib suci tersebut.
Din berasal dari bahasa arab yang
berarti undang-undang atau hukum yang harus di tunaikan oleh manusia dan
mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut untuk ditunaikan dan akan
mendapatkan hukuman atau balasan jika ditinggalkan. Dari etimologis ketiga kata
di atas maka dapat diambil pengertian bahwa agama (religi,din) :
1. Merupakan
jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang
aman, tentram dan sejahtera;
2. Bahwa
jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan
manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti
dan ditaati;
3. Aturan
tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya
kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.
Secara terminology dalam ensiklopedia Nasional Indonesia,
agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan
Tuhan dan sesamanya. Dalam Al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah Din.
Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran islam sehingga mempunyai
kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada
istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan
religi. Konsep din dalam Al-Qur’an diantaranya terdapat pada surat Al-Maidah
ayat 3 yang mengungkapkan konsep aturan, hukum atau perundang-undangan hidup
yang harus dilaksanakan oleh manusia. Islam sebagai agama namun tidak semua
agama itu islam.
Surat Al-Kafirun ayat 1-6 mengungkapkan tentang
konsep ibadah manusia dan kepada siapa ibadah itu diperuntukkan. Dalam surat
As-Syura ayat 13 mengungkapkan din sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh
Allah. Dalam surat As-Syura ayat 21 Din juga dikatakan sebagai sesuatu yang
disyariatkan oleh yang dianggap Tuhan atau yang dipertuhankan selain Allah.
Karena din dalam ayat tersebut adalah sesuatu yang disyariatkan, maka konsep
din berkaitan dengan konsep syariat, konsep syariat pada dasarnya adalah
“jalan” yaitu jalan hidup manusia yang ditetapkan oleh Allah. Pengertian ini
berkembang menjadi aturan atau undang-undang yang mengatur jalan kehidupan
sebagaimana ditetapkan oleh tuhan. Pada ayat lain, yakni di surat Ar-Rum ayat
30, konsep agama juga berkaitan dengan konsep fitrah, yaitu konsep yang
berhubungan dengan penciptaan manusia.
Agama dalam arti sempit ialah seperangkat
kepercayaan, dogma, peraturan etika, praktek penyembahan, amal ibadah terhadap
Tuhan atau dewa-dewa tertentu. Dalam arti luas, agama adalah suatu kepercayan
atau seperangkat nilai yang menimbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok
tertentu kepada sesuatu yang mereka kagumi, cita-citakan dan hargai.
·
Ada beberapa definisi sosiologi agama
yang dapat kita ketahui, diantaranya adalah :
Sosiologi agama adalah ilmu yang membahas tentang
hubungan antara berbagai kesatuan masyarakat, perbedaan atau masyarakat secara
utuh dengan berbagai system agama, tingkat dan jenis spesialisasi berbagai
peranan agama dalam berbagai masyarakat dan system keagamaan yang berbeda.
Sosiologi agama adalah studi tentang
fenomena social, dan memandang agama sebagai fenomena social. sosiologi agama
selalu berusaha untuk menemukan prinsip-prinsip umum mengenai hubungan agama
masyarakat. Sosiologi agama adalah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari
masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah
dan pasti, demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas
pada umumnya. Sosiologi agama menjadi disiplin ilmu tersendiri sejak munculnya
karya Weber dan Durkheim. Jika tugas dari sosiologi umum adalah untuk mencapai
hukum kemasyarakatan yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama
adalah untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya
.
Dalam
perkembangannya, sosiologi agama memiliki empat mazhab, yaitu Klasik positivisme,
Teori konflik, dan Fungsional (Hendropuspito, 1983:24)
Durkheim adalah seorang murid yang
ragu-ragu tetapi setia dari auguste comte (1798-1857), perintis positivism
perancis yang menciptakan kata sosiologi[3]
Jika
mazhab klasik memiliki karakteristik yang lebih bercorak sosiologi dasar dari
pada sosiologi agama, dengan pengecualian Durkheim dan Weber, mazhab positivisme,
memiliki karakteristik dimana ia bukan dirinya dengan kualifikasi dari dimensi
masyarakat yang kualitatif, dengan kata lain memberikan kesimpulan-kesimpulan
yang netral tanpa diwarnai pertimbangan teologis maupun filosofis, berbeda
dengan mazhab teori konflik, dimana masyarakat yang sehat bercirikan masyarakat
yang hidup dalam situasi konfliktual. Sebaliknya, masyarakat yang dalam keadaan
Equilibriun dianggapnya sebagai masyarakat tertidur dan stagnan dalam kemajuan
(Hendropuspito, 1983:25). Disisi lain aliran ini pun sering disebut sosiologi
agama yang kritis. Sedangkan mazhab fungsionalis, memiliki karakteristik yang
berasumsi bahwa masyarakat itu merupakan suatu system perimbangan, setiap
kelompok memberikan kontribusinya yang khas dalam membentuk system perimbangan
secara keseluruhan (Hendropuspito, 1983:26).[4]
C. Pengertian
Masyarakat
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan
untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan
menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya manusia memberi
reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi social
dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Untuk arti yang lebih khusus masyarakat disebut pula
kesatuan social, mempunyai ikatan-ikatan kasih sayang yang erat. [5]
Arti masyarakat menurut para ahli, berikut dibawah
ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
1. Menurut
Selo Sumardan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudayan.
2. Menurut
Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Menurut
Emile Durkeim, masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi
yang merupakan anggotanya. Bagi Durkheim, masyarakat suatu kenyataan yang
objektif secara mandiri, bebas dari individu “yang merupakan anggota-anggotanya
masyarakat” bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata-mata.
Melainkan suatu system yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga
menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai cirri-cirinya sendiri.[6]
4. Menurut
Paul B. Horton dan C Hunt, masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relative
mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal disuatu
wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar
kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan manusia tersebut. Horton dan Hunt
(2006:56) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang secara
relative mandiri, yang secara bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu
wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar
kegiatannya dalam kelompok tersebut.
Abdulsyani (2007:14) menyebutkan beberapa definisi
mengenai masyarakat (Society) dari beberapa tokoh sebagai berikut:
a) Mac
Iver dan Page,
Mengatakan
bahwa, “Masyarakat adalah suatu system kebiasaan dan tata cara, dari wewenang
dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah
laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini
kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan social dan
masyarakat selalu berubah”
b) Ralp
Linton
Mengatakan
bahwa, “masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja
bersama cukup lama sehingga dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri
mereka sebagai sesuatu kekuatan social dengan batas-batas yang dirumuskan
dengan jelas”.
c) Selo
Soemardjan
Menyatakan
bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayan.
d) Dalam
buku sosiologi kelompok dan masalah social (Abdulsyani, 1987) dijelaskan bahwa
masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas
baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola
perkembangan tersendiri.
e) Hassan
Shadily
Mendefinisikan
masyarakat sebagai suatu golongan besar kecil dari beberapa manusia, yang
dengan atau sendirinya bertalian secara golongan mempunyai pengaruh kebatinan
satu sama lain.
f) J.I.
Gillin dan J.P. Gillin
Mengatakan
bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap dan perasan persatuan yang sama.
g) M.J.
Herskovits
Mengemukakan
bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu
cara hidup tertentu.
D. Kajian
Agama Bagi Masyarakat Berskala Kecil
Dari pengertian tersebut diatas ada dua
hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu kelompok yang
terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang berfikir tentang dirinya
sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang
berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah
masyarakat. Kelompok yang tidak berfikir tentang kelompoknya sebagai suatu
kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang
bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang
sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.
Dalam hal ini Durkheim berkesimpulan
bahwa sasaran-sasaran keagamaan adalah lambing-lambang masyarakat,
kesakralannya bersumber pada kekuatan yang berlaku oleh masyarakat secara
keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan
memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban social. Dia mencoba menjelaskan
“kesakralan” sasaran-sasaran magik sebagai sesuatu yang bersumber pada
kesakralan sasaran-sasaran keagamaan. Begitu terjadi keyakinan bahwa kekuatan
sacral inheren didalamnya, atau terkait dengan benda atau bentuk kata-kata
tertentu, manusia akan berusaha menggunakan kekuatan ini untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi atau bahkan tujuan-tujuan anti social, dan tujuan-tujuan
kolektif. Penyelewengan terhadap tujuan peribadatan yang benar tersebut menurut
Durkheim merupakan esensi magi, yang berlawanan dengan agama. Baginya
peribadatan tipikal magik adalah bentuk “missa hitam”, dimana benda-benda dan
kata-kata sacral diputar balikan untuk tujuan-tujuan anti social. [7]
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat
merupakan suatu system yang meliputi unit biofisik para individu yang bertempat
tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periode waktu tertentu dari
suatu generasi. Dalam sociology suatu masyarakat dibentuk hanya dalam
kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi. (F Znaniecki,
1950, p. 145), jika kita bandingkan dua pendapat tersebut diatas tampak bahwa pendapat
Znaniecki tersebut memunculkan unsure baru dalam pengertian masyarakat yaitu
masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah
tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu
system biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul
secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistematik. Manusia yang satu
dengan manusia yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain
menerima dan saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan
ekologis terhadap satwa sekalian alam.
Masyarakat agama tidak lain ialah suatu
persekutuan hidup (baik dalam lingkup sempit maupun luas) yang unsure
konstitutif utamanya adalah agama atau nilai-nilai keagamaan. Pada kesimpulannya
agama merupakan suatu kepercayaan yang dianut oleh sebagian masyarakat dalam
hal mempercayai eksistensi Allah Swt dengan segala konsep dan ajarannya yang
dibawa oleh rasulnya yang memiliki kitab yang diyakini oleh pengikutnya.
Keperayaan akan Tuhan, merupakan sesuatu yang sudah ada sejak zaman dulu dalam
kehidupan manusia. Agama adalah sebuah konsep yang mengatur tingkah laku,
etika, moral dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan fenomena keagamaan yang ruwet
serta segala refleksinya didalam sejumlah aspek-aspek kehidupan lain, telah
menarik perhatian dari para sarjana dari berbagai disiplin. Seperti para
sejarawan, filosof dan para psikolog, masing-masing telah mengkaji agama
menurut metode mereka sendiri. Pada pembahasan ini, masyarakat berskala kecil
itu meliputi warga pedesaan, orang-orang awam yang tidak tersentuh oleh
kehidupan modernisasi. Pada dasarnya keyakinan mereka akan kepercayaan agama
yang mereka anut begitu kuat dan kental, tapi bilamana kehidupan modernisasi
sudah merasuk mereka. Maka seolah-olah mereka terprofokasi oleh lingkungan baru
mereka, hal itu cenderung kepada penghianatan agama, sehingga kurangnya
amalan-amalan yang seharusnya mereka lakukan.
Dalam hal ini, penulis mencoba mengkaji
seperti apa agama samawi dalam masyarakat berskala kecil?. Bahwasannya agama
samawi itu adalah agama langit yaitu islam yang merupakan keyakinan yang
mayoritas di Indonesia yang bukan sesuatu yang baru yang dianut oleh masyarakat
berskala kecil. Agama pada hakekatnya merupakan sesuatu yang konon membawa
pengikutnya pada kebenaran, dalam hal ini penulis membatasi pembahasan ini pada
seperti apa agama samawi dalam pandangan masyarakat berskala kecil, kajian
dalam hal agama merupakan sesuatu yang menarik untuk dibahas dan
diperbincangkan oleh para agamawan. Agama pada masyarakat terdiri dari dua,
yaitu agama samawi dan agama ard. Agama samawi adalah agama dari langit
sedangkan agama ard adalah agama ciptaan manusia. Pada kenyataannya agama
merupakan jalan menuju Tuhan, akan tetapi jalan tersebut bagaikan macam-macam
air sungai yang mengalir kepada satu muara yaitu laut. Tetapi kadang-kadang air
yang disungai untuk menuju kelaut penuh kendala, misalnya banyak air sungai
yang tercemar karena polusi, kadang kala air dari sungai tidak sampai kelaut,
dan hanya sedikit air yang bersih (tawar) yang sampai kelaut. Seperti halnya
agama “jalan menuju Tuhan”, akan tetapi jalan menuju Tuhan itu kadang-kadang
banyak yang tidak sampai ke Tuhan dan ada yang sampai ke Tuhan. Lalu untuk apa
agama didunia ini? Bila kita kaji secara teliti tertentu beranekaragam agama
yang ada di dunia yang ada pada masyarakat yang seolah-olah memiliki cara atau
pendekatan sendiri, misalnya : Bagaimanakah iman itu? Konsep yang dibawanya,
ajarannya, serta cara-cara pendekatan kita kepada Tuhan yang berbeda, tetapi
tujuannya sama yaitu untuk dekat kepada sang maha pencipta. Walaupun pada
kenyataannya banyak agama yang tidak sesuai dengan konsep tauhid yang dibawah
oleh Rasul pembawa risalah akhir zaman (Nabi Muhammad Saw). Agama bukan hal yang
baru bagi masyarakat, pandangan masyarakat terhadap agama merupakan segi yang
berbeda menurut para sejarawan, filosof, linguist, dan para psikolog. Dalam
pandangan sejarawan, agama merupakan sesuatu konsep yang harus dipelajari dari
sejarahnya dan juga bukan hanya inti sari agama itu sendiri, tapi pengalaman
dan prakteknya yang harus dilakukan oleh pengikutnya.[8]
BAB III
PENUTUP
A. kESIMPULAN
Dari
penjelasan materi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Sosiologi
adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang
bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan
masyarakat. Sosiologi secara umum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang
seumum-umumnya. Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang perilaku
social ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu lain, dengan
memperhatikan simbol-simbol interaksi.
2. Agama
dalam arti sempit ialah seperangkat kepercayaan, dogma, peraturan etika,
praktek penyembahan, amal ibadah terhadap Tuhan atau dewa-dewa tertentu. Dalam
arti luas, agama adalah suatu kepercayan atau seperangkat nilai yang
menimbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok tertentu kepada sesuatu yang
mereka kagumi, cita-citakan dan hargai.
3. Menurut
salah satu ahli Mac Iver dan Page, Mengatakan bahwa, “Masyarakat adalah suatu
system kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai
kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta
kebiasaan-kebiasaan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan
masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan social dan masyarakat selalu
berubah”
4. Kajian
agama pada masyarakat berskala kecil Pada dasarnya keyakinan mereka akan
kepercayaan agama yang mereka anut begitu kuat dan kental, tapi bilamana
kehidupan modernisasi sudah merasuk mereka. Maka seolah-olah mereka
terprofokasi oleh lingkungan baru mereka, hal itu cenderung kepada penghianatan
agama, sehingga kurangnya amalan-amalan yang seharusnya mereka lakukan.
B. SARAN
·
Perlu menambah wawasan tentang
pengertian sosiologi, agama dan masyarakat.
·
Perlu menambah wawasan lagi tentang
kajian agama dalam masyarakat berskala kecil.
Pertanyaan
Hasil Diskusi :
·
Apakah kajian agama dalam masyarakat
berskala kecil masih di arahkan? Apakah kajian agama itu berhasil?
Jawaban
:
Menurut
saya :
·
Pada pembahasan ini, masyarakat berskala
kecil itu meliputi warga pedesaan, orang-orang awam yang tidak tersentuh oleh
kehidupan modernisasi. Pada dasarnya para Agama dalam masyarakat berskala kecil
itu oleh para peneliti hanya dikaji, jadi dia tidak mengarahkan atau pun
merubah agama maupun tradisi yang ada dalam masyrakat tersebut, tetapi disini
hanya mengkaji dan tidak merubah sesuatu yang ada dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Narwoko J, Dwi, Suyanto Bagong, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,
Jakarta , 2004
Drs.
Widyasusanto Laurent, Penuntun Belajar
Sosiologi, Jakarta, 1996
Campbell Tom, Tujuh Teori Social Sketsa Penilaian Perbandingan, Jokjakarta, 1994
Supardan Dadang, Pengantar Ilmu Social Sebuah Kajian Pendekatan Structural, Jakarta
, 2007
M. Munandar Sulaeman,
Ilmu Social Dasar Teori Dan Konsep
Social Edisi Revisi, Bandung, 1993
Berry David, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta, 2003
R.
Schraf Betty, Sosiologi Agama,
Jakarta, 2004
[1] J, Dwi Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,
(Ed.) 1,Cet 1, (Jakarta : Kencana, 2004) ,
h. 2
[2] Drs. Laurent Widyasusanto, Penuntun Belajar Sosiologi, (Jakarta :
Pradaya Paramitha), 1996, h. 87
[3] Tom Campbell, Tujuh Teori Social Sketsa Penilaian
Perbandingan, (Jokjakarta : Kanisius, 1994), H. 165
[4] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Social Sebuah Kajian
Pendekatan Structural, Pengantar Hamid Hasan, Editor, Rini Rachmatika,
Ed.1, Cet.1, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), H. 87-88
[5] Sulaeman, M, Munandar, Ilmu Social Dasar Teori Dan Konsep Social
Edisi Revisi, (Bandung : Eresco, 1993), h. 63
[6] David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi,
Penerjemah Paulus Wirotomo.-Ed.1, Cet.4.-(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2003), h. 5-7
[7] Betty R. Schraf, Sosiologi Agama, (Jakarta : Kencana,
2004), h. 74
terima kasih sangat membantu saya, semoga ilmunya bermanafaat,,
BalasHapus